Kamis, 18 Maret 2021

ARTIKEL AUDIT FORENSIK

TUGAS AUDIT FORENSIK

Corruption Perception Index (CPI)

Covid-19 membuat Negara-negara mengalami sebuah krisis, tidak hanya krisis kesehatan dan ekonomi, tetapi juga krisis korupsi dan demokrasi. Negara-negara dengan tingkat korupsi yang tinggi terbukti sangat gagap dalam menangani pandemi. Sedangkan negara yang relatif bersih dari korupsi juga harus menghadapi situasi resesi ekonomi dan kemungkinan pembatasan sejumlah partisipasi publik dalam ruang demokrasi.

Transparency International (TI) merilis Corruption Perception Index (CPI) untuk tahun pengukuran 2020. CPI Indonesia tahun 2020 berada di skor 37/100. Skor ini turun 3 poin dari tahun 2019 lalu yang berada pada skor 40/100. Dan berada di peringkat 102 dari 180 negara yang disurvei. Sebelumnya, Indonesia berada di posisi 85. Penilaian CPI ini didasarkan pada skor, dimana skor 0 berarti sangat korup dan skor 100 sangat bersih.

Menurut Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia, J. Danang Widoyoko, turunnya CPI Indonesia tahun 2020 ini membuktikan bahwa sejumlah kebijakan yang hanya bertumpu pada kacamata ekonomi dan investasi tanpa mengindahkan faktor integritas hanya akan memicu terjadinya korupsi, termasuk dalam hal penanganan pandemi Covid-19 saat ini. Ada 3 indikator yang menyebabkan Indonesia mengalami stagnasi yaitu World Economic Forum EOS, Bertelsmann Foundation Transform, dan Economist Intelligence Unit Country Ratings. Hanya ada satu indikator yang membaik di tahun 2020 yaitu World Justice Project atau Rule of Law Index yang naik dua poin. 

Global Corruption Barometer (GCB)

Sejak diluncurkan pada tahun 2003, Global Corruption Barometer (GCB) telah mensurvei pengalaman masyarakat sehari-hari dalam menghadapi korupsi di seluruh dunia. Global Corruption Barometer (GCB) - Asia adalah salah satu survei terbesar dan paling mendetail tentang pandangan dan pengalaman orang tentang korupsi dan penyuapan di Asia. Dilakukan antara Maret 2019 dan September 2020 di 17 negara dunia, termasuk Indonesia. Responden yang terlibat kurang lebih 20 ribu penduduk berusia 18 tahun ke atas. Untuk Indonesia menggunakan sampel sebanyak 1.000 orang. Komposisi responden di Indonesia terdiri dari 50,3% perempuan dan 49,7% laki-laki serta persentase kelompok usia terbanyak 38,2% dalam rentang usia 26-35 tahun.

Hasil survei The Global Corruption Barometer (GCB) Asia menemukan 49% responden mengaku korupsi di Indonesia meningkat dalam setahun terakhir. Hanya 15% yang menilainya turun. Sementara 33% lainnya menilainya sama, dan survei Indonesia sebagai Negara dengan kasus korupsi, nepotisme, dan pemerasan paling buruk dalam 3 besar Negara di Asia. Untuk kasus nepotisme, Indonesia berada di peringkat kedua setelah India. Peringkat ketiga diraih oleh Tiongkok. 36 persen responden di Indonesia mengaku harus punya kenalan saat mengakses layanan publik.

Bribe Payers Index (BPI)

Bribe Payers Index merupakan hasil survei yang dilakukan secara berkala oleh Transparency International yang dilakukan terhadap 28 negara yang kumulatif berperan signifikan terhadap perekonomian dunia.

Hasilnya menempatkan Indonesia sebagai peringkat keempat terbawah negara yang paling banyak melakukan suap dalam transaksi bisnis. Responden dari survei ini adalah pelaku bisnis dari 28 negara terpilih dan melibatkan 3.016 responden. Menurut survei, perusahaan Indonesia cenderung memberi suap untuk keperluan bisnis. Sektor yang paling terpengaruh dalam suap menyuap ini adalah layanan sektor public, property, pertambangan dan migas. Indonesia mencatat skor BPI 7,1 dibawah Rusia, Tiongkok, dan Meksiko.

Political and Economic Risk Consultancy (PERC)

PERC membuat serangkaian laporan risiko di negara-negara Asia, memberikan perhatian khusus pada variabel sosial-politik penting seperti korupsi, risiko hak kekayaan intelektual, kualitas tenaga kerja, dan kekuatan dan kelemahan sistemik lainnya dari masing-masing negara Asia.

Sejak awal, PERC secara konsisten menempatkan Singapura sebagai negara dengan tingkat korupsi terendah dari 16 negara yang disurvei. Pada 2018, Singapura meraih skor 1,90, terendah di antara negara-negara yang disurvei. Sedangkan Indonesia meraih skor 7,57 tertinggi ke-3 setelah Vietnam.

Global Competitiveness Index (GCI)

Peringkat daya saing Indonesia dalam laporan Global Competitiveness Index (GCI) 2019 yang baru dirilis World Economic Forum (WEF) turun ke posisi 50 dari posisi 45 pada tahun lalu. Indeks Daya Saing Global Indonesia dilaporkan sebesar 64.629 Score pada 2019. Rekor ini turun dibanding sebelumnya yaitu 64.935 Score untuk 2018.

Ada beberapa komponen GCI Indonesia merosot, yaitu komponen tertinggi dari penurunan GCI adalah adopsi teknologi informasi dan komunikasi (TIK) menjadi 55,4. Penurunan selanjutnya terdapat pada komponen kesehatan sebesar 0,9 poin menjadi 70,8. Komponen lain yang juga menurun terdapat pada pasar produk sebesar 0,3 poin, serta keterampilan dan pasar tenaga kerja sebesar 0,1 poin.

Berdasarkan daftar tersebut, Indonesia makin tertinggal jauh dari Singapura yang menempati posisi pertama. Demikian pula dari Malaysia dan Thailand yang sebenarnya juga turun masing-masing dua peringkat tetapi mash diposisi 27 dan 40. Akan tetapi kekuatan Indonesia adalah dari sisi market size dan stabilitas makro ekonomi dengan nilai masing-masing 82,4 dan 90.

 

REFERENSI

www.indonesia.go.id (Last Accessed March, 19 2021)

www.cpib.gov.sg (Last Accessed March, 19 2021)

www.transparency.org (Last Accessed March, 19 2021)

editornews.pikiran-rakyat.com (Last Accessed March, 19 2021)

databoks.katadata.co.id (Last Accessed March, 19 2021)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar