TUGAS AUDIT FORENSIK
Corruption Perception Index (CPI)
Covid-19 membuat
Negara-negara mengalami sebuah krisis, tidak hanya krisis kesehatan dan
ekonomi, tetapi juga krisis korupsi dan demokrasi. Negara-negara dengan tingkat
korupsi yang tinggi terbukti sangat gagap dalam menangani pandemi. Sedangkan
negara yang relatif bersih dari korupsi juga harus menghadapi situasi resesi
ekonomi dan kemungkinan pembatasan sejumlah partisipasi publik dalam ruang
demokrasi.
Transparency
International (TI) merilis Corruption Perception Index (CPI) untuk tahun
pengukuran 2020. CPI Indonesia tahun 2020 berada di skor 37/100. Skor ini turun
3 poin dari tahun 2019 lalu yang berada pada skor 40/100. Dan berada di
peringkat 102 dari 180 negara yang disurvei. Sebelumnya, Indonesia berada di
posisi 85. Penilaian CPI ini didasarkan pada skor, dimana skor 0 berarti sangat
korup dan skor 100 sangat bersih.
Menurut Sekretaris
Jenderal Transparency International Indonesia, J. Danang Widoyoko, turunnya CPI
Indonesia tahun 2020 ini membuktikan bahwa sejumlah kebijakan yang hanya
bertumpu pada kacamata ekonomi dan investasi tanpa mengindahkan faktor
integritas hanya akan memicu terjadinya korupsi, termasuk dalam hal penanganan
pandemi Covid-19 saat ini. Ada 3 indikator yang menyebabkan Indonesia mengalami
stagnasi yaitu World Economic Forum EOS, Bertelsmann Foundation Transform, dan
Economist Intelligence Unit Country Ratings. Hanya ada satu indikator yang
membaik di tahun 2020 yaitu World Justice Project atau Rule of Law Index yang
naik dua poin.
Global Corruption Barometer (GCB)
Sejak diluncurkan pada
tahun 2003, Global Corruption Barometer (GCB) telah mensurvei pengalaman
masyarakat sehari-hari dalam menghadapi korupsi di seluruh dunia. Global
Corruption Barometer (GCB) - Asia adalah salah satu survei terbesar dan paling
mendetail tentang pandangan dan pengalaman orang tentang korupsi dan penyuapan
di Asia. Dilakukan antara Maret 2019 dan September 2020 di 17 negara dunia,
termasuk Indonesia. Responden yang terlibat kurang lebih 20 ribu penduduk
berusia 18 tahun ke atas. Untuk Indonesia menggunakan sampel sebanyak 1.000
orang. Komposisi responden di Indonesia terdiri dari 50,3% perempuan dan 49,7%
laki-laki serta persentase kelompok usia terbanyak 38,2% dalam rentang usia
26-35 tahun.
Hasil survei The Global
Corruption Barometer (GCB) Asia menemukan 49% responden mengaku korupsi di
Indonesia meningkat dalam setahun terakhir. Hanya 15% yang menilainya turun.
Sementara 33% lainnya menilainya sama, dan survei Indonesia sebagai
Negara dengan kasus korupsi, nepotisme,
dan pemerasan paling buruk dalam 3 besar Negara di Asia. Untuk
kasus nepotisme, Indonesia berada di peringkat kedua
setelah India. Peringkat ketiga diraih oleh Tiongkok. 36 persen responden
di Indonesia mengaku harus punya kenalan saat mengakses layanan
publik.
Bribe Payers Index (BPI)
Bribe
Payers Index merupakan hasil survei yang dilakukan secara berkala oleh
Transparency International yang dilakukan terhadap 28 negara yang kumulatif
berperan signifikan terhadap perekonomian dunia.
Hasilnya menempatkan
Indonesia sebagai peringkat keempat terbawah negara yang paling banyak
melakukan suap dalam transaksi bisnis. Responden dari survei ini adalah pelaku
bisnis dari 28 negara terpilih dan melibatkan 3.016 responden. Menurut survei,
perusahaan Indonesia cenderung memberi suap untuk keperluan bisnis. Sektor yang
paling terpengaruh dalam suap menyuap ini adalah layanan sektor public,
property, pertambangan dan migas. Indonesia mencatat skor BPI 7,1 dibawah
Rusia, Tiongkok, dan Meksiko.
Political and Economic Risk
Consultancy (PERC)
PERC
membuat serangkaian laporan risiko di negara-negara Asia, memberikan perhatian
khusus pada variabel sosial-politik penting seperti korupsi, risiko hak
kekayaan intelektual, kualitas tenaga kerja, dan kekuatan dan kelemahan
sistemik lainnya dari masing-masing negara Asia.
Sejak awal, PERC secara
konsisten menempatkan Singapura sebagai negara dengan tingkat korupsi terendah
dari 16 negara yang disurvei. Pada 2018, Singapura meraih skor 1,90,
terendah di antara negara-negara yang disurvei. Sedangkan Indonesia meraih skor
7,57 tertinggi ke-3 setelah Vietnam.
Global Competitiveness
Index (GCI)
Peringkat daya saing
Indonesia dalam laporan Global Competitiveness Index (GCI) 2019 yang baru
dirilis World Economic Forum (WEF) turun ke posisi 50 dari posisi 45 pada tahun
lalu. Indeks Daya Saing Global Indonesia dilaporkan sebesar 64.629 Score pada
2019. Rekor ini turun dibanding sebelumnya yaitu 64.935 Score untuk 2018.
Ada beberapa komponen
GCI Indonesia merosot, yaitu komponen tertinggi dari penurunan GCI adalah
adopsi teknologi informasi dan komunikasi (TIK) menjadi 55,4. Penurunan
selanjutnya terdapat pada komponen kesehatan sebesar 0,9 poin menjadi 70,8.
Komponen lain yang juga menurun terdapat pada pasar produk sebesar 0,3 poin,
serta keterampilan dan pasar tenaga kerja sebesar 0,1 poin.
Berdasarkan daftar
tersebut, Indonesia makin tertinggal jauh dari Singapura yang menempati posisi
pertama. Demikian pula dari Malaysia dan Thailand yang sebenarnya juga turun
masing-masing dua peringkat tetapi mash diposisi 27 dan 40. Akan
tetapi kekuatan Indonesia adalah dari sisi market size dan
stabilitas makro ekonomi dengan nilai masing-masing 82,4 dan 90.
REFERENSI
www.indonesia.go.id (Last Accessed March,
19 2021)
www.cpib.gov.sg (Last Accessed March, 19
2021)
www.transparency.org (Last Accessed
March, 19 2021)
editornews.pikiran-rakyat.com
(Last Accessed March, 19 2021)
databoks.katadata.co.id (Last Accessed March, 19 2021)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar